Sebab dalam kehidupan, ikatan dapat terbentuk dari darah dan daging, persamaan dan perbedaan, cerita dan perjalanan hingga perasaan-perasaan yang timbul tenggelam di belakangnya. Maka dari ragam kemungkinan itu, orang-orang memperoleh pengalaman yang ketika berlalu tersimpan pada ingatan dan menjadi kenangan.
Bagaimana jika kemudian, kepada seseorang yang telah memberikan dirinya kepada anda dan mengikat hatinya kepada hati anda, sebagaimana anda juga memberikan kedua itu kepadanya — anda tidak sempat mengucapkan kata perpisahan.
Terkadang hidup dapat menjadi tragedi bagi seseorang. Ketika seseorang yang anda cintai pergi karena hal-hal di masa depan yang tidak dapat anda prediksi. Seseorang mati.
Dan ada kata-kata yang tertinggal di dada, belum terucap, tidak terucap. Berharap kabar kematian tidak nyata. Melihatnya berdiri di hadapan anda. Memeluknya dan mengucapkan apa yang tak sempat diucapkan.
Maka begitulah buku di atas bercerita.
Telepon Pertama Dari Surga mengangkat cerita tentang mukjizat telepon dari orang-orang yang sudah meninggal kepada beberapa orang di sebuah kota kecil bernama Coldwater. Mengabarkan tentang kehidupan setelah kematian sekaligus mengabarkan bahwa mereka yang sudah meninggal baik-baik saja di kehidupan yang dikenal sebagai surga.
Dengan adanya beberapa tokoh utama yang memperoleh telepon dari orang-orang yang sudah meninggal, maka pembaca akan disuguhkan keadaan psikologis para tokoh dalam menyikapi telepon dari surga tersebut. Misalnya, ada yang sepenuhnya percaya bahwa suara itu adalah Kakaknya, sehingga ia bahkan mengabarkan berita itu di mimbar gereja. Ada pula seorang Ibu yang setelah sekian waktu menerima telepon dari anaknya, justru semakin lama memperoleh kekosongan di hatinya. Rindu yang tidak sepenuhnya terobati.
Berbagai macam penerimaan dan penolakan orang-orang di kota Cold Water atas kabar telepon dari surga inilah yang kemudian mendasari sebuah kisah pembuktian apakah nyata adanya mukjizat telepon dari surga itu?
pncksm 
Leave a comment